Minggu, 02 Februari 2014

Hitam.

Panas amat terik, silaunya sampai ke otak. Keringat yang secara konsisten mengalir, bersublimasi jadi jejak-jejak garam di permukaan baju, polanya seperti batik, menarik. Tapi jorok. 
Suatu keputusan yang mengandung resiko memakai baju hitam di Jakarta.

Hitam.

Entah mengapa banyak orang mengasosiasikan suatu warna dengan perasaan, sifat, lalu menginterpretasikannya secara umum. Semuanya dihajar sama rata.

Hijau itu damai. Kuning itu ceria. Biru itu teduh. Merah itu marah. Putih itu bersih. Oranye itu energik. Coklat itu tegas. Abu-abu itu meragu. Hitam itu misterius, dan kesannya jahat.

Padahal sebelum Tuhan menciptakan Terang, yang ada hanya Gelap. Kelam. Dan hitam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar